Minggu, 26 April 2015

Cerpen : It relieves that you can back

Halo! Saya kembali mau posting cerpen lagi nih! Hehehehe. Walau gak bakat-bakat banget nulis *huhuhu* yaa saya posting aja lah daripada mendep (bahasa apa ini? -,-) di laptop ajaaahhhh. Happy Reading ^^

Peringatan : membaca cerpen (yang kepanjangan) ini dapat membuat anda sakit mata, kepala pusing, meriang. Ilaaahh ini warning macam apa sih ??

--------------------------------------------------
It Relieves that You can Back


Bermula dari dua tahun yang lalu, saat itu seorang gadis berusia 21 tahun menangis di saat hujan turun. Ia duduk dan berteduh di bangku yang terbuat dari semen yang mengelilingi sebuah pohon besar. Saat itu pukul empat sore di kota Paris, saat musim gugur. Ia menangis, kenapa laki-laki yang ia cintai malah memilih untuk bersama orang lain? Seseorang berkostum anak bebek yang membawa balon merah muda berjalan menghampirinya. Ia memberikan balon itu pada gadis yang menangis tadi. Gadis tersebut sejenak berhenti menangis lalu melihat ke arah balon dan badut bebek itu. Ia mengambil balon itu, sementara si bebek mengeluarkan secarik kertas dan pulpen untuk menulis sesuatu. Sang bebek memberikan kertas itu juga sebuah saputangan biru muda.
Setelah gadis itu menerima kertas dan saputangan, anak bebek tadi meninggalkannya sambil melompat dan bergoyang layaknya anak bebek yang senang karena hujan turun. Gadis itu tersenyum dan tertawa, lupa akan masalahnya. Ia merasa lega dan membaca kertas itu. "Jangan menangis lagi ya." gadis itu tersenyum sambil mengusap airmatanya dengan saputangan bebek tadi.

Hari berikutnya, ia menunggu di bawah pohon besar itu. Menunggu siapa tahu badut bebek akan datang lagi. Ia ingin berterima kasih. Di tangannya sudah ada sekotak coklat sebagai ucapan terima kasih untuk anak bebek itu. Tepat pukul empat sore anak bebek itu ada di dekat air mancur menghibur beberapa anak kecil, gadis itu melihatnya dan tersenyum lagi. Setelah anak-anak tadi pergi, sang bebek kecil duduk di bangku di bawah pohon maple. Baru saja ia ingin melepas kepala bebek itu, namun seorang gadis datang dan mengagetkannya. Karena ia terkejut dengan siapa yang datang, ia tak jadi melepas kepala bebek itu.
"Untukmu." gadis itu tersenyum sambil menyerahkan sekotak cokelat.
Bebek tadi memegang kedua pipinya dan mengambil coklat tadi dengan senang hati. Ia juga menari-nari dan membuat gadis itu tertawa.
"Terima kasih telah menghiburku." gadis itu tersenyum dan mengelus kepala bebek itu.
Sedangkan bebek tadi bertingkah malu-malu lalu membungkukkan badan tanda pamit pergi. Ia juga tak lupa melambaikan tangannya pada gadis itu.
"Sampai jumpa." kata gadis itu sambil tersenyum.

Entah kenapa sejak bertemu dengan badut bebek kecil itu hatinya selalu senang. Tingkah dan rupa anak bebek kuning itu sangat lucu. Setelah pulang dari tempat penyiaran radio ia terkadang menyempatkan diri berkunjung ke bawah pohon maple itu. Di sana dekat dengan air mancur dan taman jadi pasti banyak anak-anak di sana, juga dengan badut itu. Hari ini angin bertiup sedikit kencang dari biasanya. Saat akan menuju pohon yang biasa ia datangi, ia berhenti berjalan karena melihat badut bebek sedang memanjat pohon berusaha mengambil balon milik anak kecil. Sayangnya ia terjatuh, balon tadi terbang. Bebek tadi mengusap kepalanya dan mengajak anak tadi menuju penjual balon lalu membelikannya tiga balon baru untuknya.
"Terima kasih." kata anak itu.
Gadis itu tersenyum melihat apa yang dilakukan bebek itu.
"Hai!" tepuk gadis itu pelan di bahu sang bebek.
Bebek itu berbalik dan melambaikan tangannya sambil memiringkan kepalanya. Mereka kini duduk di bawah pohon maple.
"Saputanganmu. Aku lupa mengembalikannya."
Bebek itu memberi tanda agar tidak usah mengembalikan saputangan itu.
"Kau lucu."
Lalu bebek tadi memegang kedua pipinya yang gembul dan menggoyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, membuat gadis itu tertawa.
"Siapa namamu?"
Bebek itu hanya menggelengkan kepalanya.
"Kau tidak mau beri tahu? Baiklah."
Bebek tadi menunjuk gadis itu.
"Namaku?"
Bebek itu mengangguk.
"Rahasia."
Bebek tadi menundukkan kepalanya. Lalu mengusap-usap kedua matanya tanda menangis.
"Baiklah, sudah jangan menangis. Namaku.. Celine."
Bebek itu mengeluarkan sebuah buku catatan dan menulis sesuatu.
"Nama yang cantik, seperti pemiliknya."
Gadis itu tersenyum.

Hari-hari Celine begitu menyenangkan saat bersama bebek tadi, bisa melihatnya menghibur anak kecil saja sudah menyenangkan. Kali ini hujan turun dengan deras, Celine berjalan cepat melewati gang menuju rumahnya sambil membawa payung.
"Celine."
Gadis itu berhenti berjalan dan membulatkan matanya.
"Mau apa kau?"
"Maafkan aku, aku.."
"Tidak perlu meminta maaf."
"Celine, Celine, tunggu!" laki-laki itu menarik tangan Celine, namun gadis itu berusaha melepaskan tangannya.
"Dengar penjelasanku."
"Lepas! Tolong!!"
"Celine!!"
BRUKK!! Pukulan keras mengenai wajah laki-laki itu.
"Siapa kau?! Jangan campuri urusan kami!"
BRUKK! Sekali lagi orang tadi mendapatkan serangan dari badut bebek kecil.
"Beraninya kau!!"
Pukulan demi pukulan orang itu lontarkan, namun sang bebek mampu menangkis. Tapi lama-kelamaan, kostumnya terasa berat karena air hujan, ia yang kini mendapat beberapa pukulan dari orang itu.
"Ini balasan untukmu!!"
Orang tadi menginjak perut bebek itu yang terbaring di aspal.
"Sam! Hentikan!!" gadis itu mulai mengeluarkan airmatanya.
Orang tadi yang bernama Sammy membuka kepala bebek itu dan melihat siapa di balik kostum itu, lalu meninjunya beberapa kali sampai babak belur. Gadis tadi mencoba menarik Sammy agar tak melukai orang itu.
"Hei! Berhenti!"
Seorang polisi yang melihat kejadian itu membuat Sammy kabur. Polisi dan Celine membantu bebek itu berteduh di sebuah halte.
"Terima kasih." kata gadis itu pada sang polisi.
Celine tak tega melihat keadaan bebek itu.
"Jangan menangis lagi." kata laki-laki dalam kostum bebek itu.
"Maafkan aku."
Bebek tadi tersenyum. Lalu Celine mengobati orang itu.
"Dia mantan pacarku. Kami putus karena dia lebih memilih gadis lain, aku tidak mengerti kenapa dia menemuiku lagi."
"Namaku.. Arthur."
Sang bebek berusaha agar gadis di hadapan tidak menangis karena memikirkan mantan pacarnya tadi. Kini gadis itu tersenyum.
"Jadi kau sudah punya nama?"
Bebek tadi tertawa kecil.


"Jadi.. Kau mau naik wahana apa dulu?"
Sore ini Celine dan Arthur pergi ke taman bermain. Celine yang cantik mengenakan sweater dan jeans serta sepatu boots putih. Sementara Arthur mengenakan coat cokelatnya dan jeans serta sepatu olahraga putih serta syal yang melilit di lehernya.
"Aku mau naik itu!"
Celine menunjuk sebuah rollercoaster dan berlari ke sana diikuti Arthur. Mereka bersenang-senang menaiki berbagai wahana seperti komudi putar, perahu yang mengelilingi goa boneka, dan berbagai wahana lainnya.
"Apa kau lapar?" tanya Arthur.
Setelah bermain, mereka berjalan-jalan di tengah bazaar yang menjual berbagai macam barang dan makanan.
"Tunggu di sini ya." Arthur berlari menuju penjual permen kapas lalu balik lagi menghampiri Celine.
"Untukmu."
Gadis itu tertawa kecil. "Waw, aku baru menemukan permen kapas berbentuk hati seperti ini."
"Makanlah."
Mereka menikmati malam indah di tengah ramainya festival musim gugur yang diadakan di sepanjang taman. Celine mengajak Arthur melihat-lihat toko pernak-pernik. Saat sedang melihat-lihat, Celine menemukan kalung berbentuk four-leaf-clover.
"Kau suka?" tanya Arthur.
"Ya, tapi harganya lumayan mahal. Aku beli yang lain saja."
Arthur hanya menganggukkan kepalanya dan mengikuti kemana gadis itu pergi.
"Ini kembaliannya, terima kasih." kata penjual itu.
"Kau membeli gelang tali vintage?"
"Dan jangan lupa ada bebek kecil lucu yang menggantung di sana." gadis itu tersenyum.
"Kau lapar?"
"Mm!" gadis itu mengangguk, lalu mereka berdua menuju kedai makanan.


"Kau mau ini?"
"Tidak, aku alergi udang." kata Arthur.
Selesai makan, Arthur mengajak gadis itu berdiri di dekat kerumunan orang.
"Untuk apa?"
"Lihatlah ke langit."
Setelah beberapa detik, banyak kembang api meledak di langit dengan cantiknya. Di tengah-tengah pemandangan itu, Arthur menarik tangan gadis itu menuju stan lampion.
"Ini ambillah, tulis permohonanmu di situ."
"Kertas?"
"Ini akan diterbangkan bersama sebuah lampion."
Mereka berdua mulai menulis permohonan masing-masing lalu menerbangkannya dengan lampion.
"Apa yang kau tulis?"
"Rahasia." kata Arthur.
Gadis itu gemas dan mencubit pipi laki-laki itu.


Sudah empat bulan tepatnya mereka berteman. Hari-hari Celine menjadi berwarna, ia jarang menangis ataupun bersedih, tidak seperti saat bersama Sammy dulu.
"Tidak aktif." gadis itu berusaha menghubungi Arthur.
Sudah tiga hari orang itu tidak memberi kabar. Biasanya setelah ia pulang dari kantor penyiaran radio, Arthur selalu menjemputnya dengan sepeda. Kali ini is putuskan untuk mencari orang itu di taman biasa. Ia mengelilingi tempat itu namun tak menemukannya.
"Arthur?"
Ia melihat badut bebek di dekat air mancur, lalu berlari menghampirinya.
"Arthur?!"
Bebek itu membuka kepalanya, namun itu bukan Arthur.
"Arthur tidak ada hari ini, sudah lima hari. Jadi aku yang menggantikannya."
"Oh begitu."

Gadis itu geram dan memukul meja kerjanya. Ini keterlaluan, kenapa orang itu tidak mengabarinya? Sudah sebulan.
"Apa semua laki-laki sama saja?" ia mulai murung.

Sore itu hujan deras, seseorang membunyikan bel rumah Celine.
"Celine?" Arthur berteriak.
Celine keluar sambil membawa payungnya.
"Mau apa kamu?"
"Celine, maaf aku.."
"Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran laki-laki. Ku pikir kau berbeda, tapi ternyata semua laki-laki sama saja!" ia berlari menuju rumah sambil menangis.
"Celine!"
Arthur merasa lelah dan kedinginan meskipun sudah memakai payung. Ia menaruh sebuah kotak di dalam plastik lalu menaruhnya di dalam pagar itu lalu pergi. Celine menangis, ia rindu, sedih dan kesal di saat yang bersamaan. Ia keluar lagi dan menemukan kotak dari Arthur, isinya boneka bebek dan ucapan selamat ulang tahun padanya. Ia tersungkur di lantai halaman itu, ia ingin mengejar Arthur, tapi tak sanggup. Kakinya gemetar dan ia tak sanggup berdiri.

            Setelah hari itu Arthur selalu mengirim pesan dan menelepon gadisnya walau taka da balasan sama sekali. Celine mencoba untuk tidak peduli, namun hari-harinya menjadi lebih kelabu dibandingkan saat Sammy memutuskan hubungan mereka. Hari kelima ia menerima pesan dari Arthur.
*Aku akan pergi jika kau mau, tapi satu yang harus kau tahu. Aku menyukaimu sejak pertama bertemu.*
Celine tidak tahu apa yang harus dia lakukan, rasanya airmata itu tak dapat dibendung lagi.

Seminggu berikutnya Celine menerima telepon dari nomor tak dikenal. Itu teman kerja Arthur, ia menelepon memberitahu untuk tidak menelepon atau mengingat lagi Arthur.
“Kenapa?”
Celine mulai berpikir apakah sesuatu yang dia pikirkan selama ini adalah benar. Laki-laki yang ia sayangi lebih memilih meninggalkannya demi wanita lain. Tapi kenapa? Baru saja ia merasa terobati, haruskah ia menerima beban ini lagi? Ia tak tahan jadi segera pergi ke taman di mana Harry –teman Arthur bekerja. Ia berlari dan segera menanyakan apa yang terjadi pada Arthur? Dia sudah punya kekasih jadi mengatakan itu padanya? Tapi kenapa dia menggunakan Harry untuk menyapaikan hal itu? Celine mengguncang-guncangkan kedua lengan Harry.
“Sebenarnya…”
Hujan mulai turun perlahan hingga deras.
“Apa?! Katakan!” kata Celine.
“Ia pergi untuk berobat, ia mengalami kecelakaan hebat seminggu lalu.”
Seminggu lalu? Itu berarti hari di mana Arthur terakhir kali mengunjungi rumahnya.
“A..apa yang terjadi?”
“Bisakah kita berteduh dulu?”
Harry mengajak Celine berteduh di sebuah kedai kopi agar gadis itu tidak kedinginan ataupun sakit.
“Ini, minumlah teh ini agar kau tenang.”
Airmata Celine mengalir, ia termenung, matanya kosong. Lalu Harry menceritakan semua yang terjadi pada gadis itu. Arthur tertabrak sebuah truk dan kepalanya terbentur batu besar. Ia banyak kehilangan darah sampai pada saatnya Harry menemukan lalu membawa Arthur menuju rumah sakit dan menghubungi keluarganya. Dari keterangan dokter, Arthur mengalami gegar otak.
“Dan saat itu, Ibunya, satu-satunya orangtua yang ia miliki menangis dan memutuskan untuk membawa Arthur berobat ke luar negeri, karena Ibunya tinggal di Jerman.”
“Bagaimana keadaannya sekarang?”
“Aku tidak tahu. Tapi dua hari lalu, aku menelepon Ibunya. Arthur ada di keadaan antara hidup dan mati.”
Celine menangis dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya
“Asal kau tahu saja, pikiranmu tentang Arthur yang menyukai gadis lain itu salah, kau tahu? Kau lah gadis pertama yang membuat jantungnya berdebar lebih cepat, orang pertama yang membuat dia tersenyum tersipu saat menelepon atau membalas sms seseorang, dan kau orang pertama yang membuat Arthur memakan udang yang jelas-jelas adalah makanan yang membuatnya alergi.” Harry tertawa sambil melihat ke arah luar.
Celine menatap wajah Harry, benarkah apa yang dikatakan orang di depannya??? Jadi, apakah selama ini dia egois? Hanya memikirkan dirinya sendiri??
“Arthur sangat kelabu saat kau mulai menjauhinya, bahkan aku harus menyuruhnya makan, jika tidak, dia akan terus merenung di bawah pohon ini sambil memberi makan burung-burung merpati.” Lanjut Harry.
Pernyataan itu membuat hati Celine sedikit lega, bukan karena kerisauan yang dialami Arthur, namun ia kini tahu bahwa Arthur tidak pernah berpaling darinya, hatinya hanya untuk dirinya, bahkan fakta-fakta mengenai Arthur membuatnya merindukan laki-laki itu.
“Apakah ada harapan jika aku akan bertemu dengannya untuk terakhir kali?”
“Aku pikir tidak, dia…sudah tak ada..” jawab Harry cepat.

Hujan sudah agak reda di luar sana, walau kabut dan hujan rintik-rintik masih menghiasi. Harry mengantar Celine keluar dari kedai kopi itu. Ia mencoba menenangkan gadis itu.
“Aku ingin ke kursi di bawah pohon Arbei itu.”
Pohon Arbei di seberang sana adalah tempat di mana ia bertemu dengan Arthur, ia ingat bagaimana laki-laki itu menghiburnya dengan kostum anak bebek yang ia kenakan. Ia tersenyum walau airmatanya menangis.
“Kau sungguh menangis?” Tanya Harry.
“Tentu! Kau ! apa maksudmu dengan pertanyaan itu?!” Celine sedikit kesal dengan pertanyaan Harry.
“Sepertinya kau tidak benar-benar menyukainya. Atau mungkin dia adalah pelarianmu dari Sammy.”
“Bagaimana kau bisa mengenal Sammy?!”
Harry tertawa. Celine tidak tahu saja kalau Arthur selalu menceritakan apa yang dirasakannya pada gadis di sampingnya. Mereka terus berjalan sambil menghampiri pohon Arbei itu. Harry memasukkan kedua tangannya di saku jaket sambil tersenyum ke depan, ia terus menanyakan hal-hal yang membuat Celine geram dan ingin menangis.
“Kau bukan gadis yang baik untuk Arthur, jadi…”
Celine berhenti berjalan sepuluh meter dari kursi di sana, ia mengomeli Harry.
“Aku sudah menyukainya sejak pertama bertemu! Walau aku bukan yang baik untuknya….aku…aku…”
“Hoi! Arthur!”
Tanpa mempedulikan kata-kata Celine, Harry melambaikan tangannya sambil tersenyum dan berjalan ke arah dekat pohon itu.
“Arthur????” Celine mulai kebingungan.
Baru saja tadi di kedai kopi Harry mengatakan bahwa ia takkan bertemu lagi dengan Arthur karena laki-laki itu sudah tak ada. Ia berjalan dan berhenti satu meter dari jarak Arthur. Laki-laki itu tersenyum, tangan kanannya memegang sebuket bunga mawar merah, ia memakai stelan pakaian musim gugur dan memakai syal. Celine tak percaya dengan apa yang dia lihat.
“Happy birthday.”
Arthur memberi Celine bunga, namun gadis itu tetap menatap lurus ke wajahnya.
“Apa kau tidak…”
BRUKK.. Celine memeluk Arthur, ia tak sanggup berbicara apa-apa, ia hanya ingin memastikan hal ini bukan mimpi. Ia menutup matanya, yaa ini bukan mimpi, bibirnya tersenyum. Harry yang berada satu meter di belakang Arthur menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil tersenyum.
“Bodoh..”
“Gadis cengeng.”
“Laki-laki menyebalkan.” Kata Celine sambil tersenyum.
Mereka saling membalas kata satu sama lain dalam pelukan.
“Maafkan aku.” kata Arthur.
 “Maaf, aku kekanak-kanakan.”
“Memang!” seru Arthur sambil tertawa kecil.
Celine memukul agak kencang lengan Arthur.
“Aku senang akhirnya aku kembali dan bisa bertemu dengan gadis malaikatku.”
“Tunggu sebentar!” seru Celine.
Gadis itu menghampiri Harry lalu menunjuk orang itu.
“Kau…berbohong. Tidakkah kau tahu aku sangat mencemaskannya. Kau berpura-pura bahwa Arthur mengalami kecelakaan..”
“Aku memang mengalami kecelakaan. Tapi tidak gegar otak.” Arthur tertawa.
“Ei, ei, ei. Asal kau tahu saja, ini semua adalah rencana kekasihmu itu.” Harry dan Arthur tertawa kecil.
Celine berjalan ke arah Arthur dan berkata. “Sebelum semua terlambat, aku ingin katakan bahwa…”
“Aku mencintaimu.” kata Arthur melanjutkan ucapan gadisnya sambil tersenyum.
Celine memeluk Arthur, sementara Harry sedikit cemburu karena dia adalah satu-satunya yang belum punya pasangan.
“Jadi..aku harus memeluk siapa?! Pohon???” keluh Harry.
Celine berterima kasih untuk hari ini. Di bawah pohon Arbei inilah kenangan paling indah terjadi antara mereka berdua.
“Kau lapar? Semenjak dari bandara aku belum makan apa-apa.” Ucap Arthur.
“Ayo makan udang!” seru Celine dan Harry.
Arthur menunjuk dahi Celine dengan jari telunjuknya.
“Gadis menyebalkan..”
Celine tertawa kecil, sementara Harry mulai berjalan menuju restoran seberang sana.
“Hei, kalian jangan berlama-lama di sana. Kalian bisa menghabiskan waktu bersama setelah makan kan? Ayolah, aku lapar. Aku juga tidak tahan melihat kemesraan kalian.” Kata Harry.
“Bilang saja kau cemburu pada Arthur karena memiliki kekasih semanis aku!”
“Benarkah???” jawab Harry.
Arthur tersenyum lalu menggandengan tangan kekasihnya.
“Ayo.”
“Aku belum mengatakan bahwa…”
Tiba-tiba Arthur mencium pipi Celine.
“Aku sudah tahu bahwa kau menyukaiku saat pertama melihatku.” Ucap Arthur percaya diri.
“Arthur!”
Celine menyusul Arthur dan Harry yang berjalan di depan lebih dulu.

-------------------------The End----------------------------
 Author : Dessy Novianty

Yay! Selesai juga ya cerpennya. Gimana ??? Udah ngerasain gejala yang saya sebutin di atas??? haaahahah.. Sambil mengisi waktu luang ngepost beginian. -__-
Sempat-sempatnya saya ngepost cerpen, padahal tugas ngeblog belum selesai ㅠ_ㅠ.
HAHAHHAHAHA. Oh ya jangan lupa tinggalin jejak yaa, karena kalian sangat berarti bagiku *hemeh.. ngegombal*. Oke sekian, see ya !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.blogger-iframe-colorize {display: block !important; }