--------------------------------------------------
Bermula dari dua tahun
yang lalu, saat itu seorang gadis berusia 21 tahun menangis di saat hujan
turun. Ia duduk dan berteduh di bangku yang terbuat dari semen yang
mengelilingi sebuah pohon besar. Saat itu pukul empat sore di kota Paris, saat
musim gugur. Ia menangis, kenapa laki-laki yang ia cintai malah memilih untuk
bersama orang lain? Seseorang berkostum anak bebek yang membawa balon merah
muda berjalan menghampirinya. Ia memberikan balon itu pada gadis yang menangis
tadi. Gadis tersebut sejenak berhenti menangis lalu melihat ke arah balon dan
badut bebek itu. Ia mengambil balon itu, sementara si bebek mengeluarkan
secarik kertas dan pulpen untuk menulis sesuatu. Sang bebek memberikan kertas
itu juga sebuah saputangan biru muda.
Setelah gadis itu menerima kertas dan saputangan, anak bebek tadi meninggalkannya sambil melompat dan bergoyang layaknya anak bebek yang senang karena hujan turun. Gadis itu tersenyum dan tertawa, lupa akan masalahnya. Ia merasa lega dan membaca kertas itu. "Jangan menangis lagi ya." gadis itu tersenyum sambil mengusap airmatanya dengan saputangan bebek tadi.
Setelah gadis itu menerima kertas dan saputangan, anak bebek tadi meninggalkannya sambil melompat dan bergoyang layaknya anak bebek yang senang karena hujan turun. Gadis itu tersenyum dan tertawa, lupa akan masalahnya. Ia merasa lega dan membaca kertas itu. "Jangan menangis lagi ya." gadis itu tersenyum sambil mengusap airmatanya dengan saputangan bebek tadi.
Hari berikutnya, ia menunggu
di bawah pohon besar itu. Menunggu siapa tahu badut bebek akan datang lagi. Ia
ingin berterima kasih. Di tangannya sudah ada sekotak coklat sebagai ucapan
terima kasih untuk anak bebek itu. Tepat pukul empat sore anak bebek itu ada di
dekat air mancur menghibur beberapa anak kecil, gadis itu melihatnya dan
tersenyum lagi. Setelah anak-anak tadi pergi, sang bebek kecil duduk di bangku
di bawah pohon maple. Baru saja ia ingin melepas kepala bebek itu, namun
seorang gadis datang dan mengagetkannya. Karena ia terkejut dengan siapa yang
datang, ia tak jadi melepas kepala bebek itu.
"Untukmu." gadis itu tersenyum
sambil menyerahkan sekotak cokelat.
Bebek tadi memegang kedua pipinya dan
mengambil coklat tadi dengan senang hati. Ia juga menari-nari dan membuat gadis
itu tertawa.
"Terima kasih telah
menghiburku." gadis itu tersenyum dan mengelus kepala bebek itu.
Sedangkan bebek tadi bertingkah
malu-malu lalu membungkukkan badan tanda pamit pergi. Ia juga tak lupa
melambaikan tangannya pada gadis itu.
"Sampai jumpa." kata gadis itu
sambil tersenyum.
Entah kenapa sejak
bertemu dengan badut bebek kecil itu hatinya selalu senang. Tingkah dan rupa
anak bebek kuning itu sangat lucu. Setelah pulang dari tempat penyiaran radio
ia terkadang menyempatkan diri berkunjung ke bawah pohon maple itu. Di sana dekat
dengan air mancur dan taman jadi pasti banyak anak-anak di sana, juga dengan
badut itu. Hari ini angin bertiup sedikit kencang dari biasanya. Saat akan
menuju pohon yang biasa ia datangi, ia berhenti berjalan karena melihat badut
bebek sedang memanjat pohon berusaha mengambil balon milik anak kecil.
Sayangnya ia terjatuh, balon tadi terbang. Bebek tadi mengusap kepalanya dan
mengajak anak tadi menuju penjual balon lalu membelikannya tiga balon baru
untuknya.
"Terima kasih." kata anak itu.
Gadis itu tersenyum melihat apa yang
dilakukan bebek itu.
"Hai!" tepuk gadis itu pelan
di bahu sang bebek.
Bebek itu berbalik dan melambaikan
tangannya sambil memiringkan kepalanya. Mereka kini duduk di bawah pohon maple.
"Saputanganmu. Aku lupa
mengembalikannya."
Bebek itu memberi tanda agar tidak usah
mengembalikan saputangan itu.
"Kau lucu."
Lalu bebek tadi memegang kedua pipinya
yang gembul dan menggoyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, membuat gadis itu
tertawa.
"Siapa namamu?"
Bebek itu hanya menggelengkan kepalanya.
"Kau tidak mau beri tahu?
Baiklah."
Bebek tadi menunjuk gadis itu.
"Namaku?"
Bebek itu mengangguk.
"Rahasia."
Bebek tadi menundukkan kepalanya. Lalu
mengusap-usap kedua matanya tanda menangis.
"Baiklah, sudah jangan menangis.
Namaku.. Celine."
Bebek itu mengeluarkan sebuah buku
catatan dan menulis sesuatu.
"Nama yang cantik, seperti
pemiliknya."
Gadis itu tersenyum.
Hari-hari Celine begitu
menyenangkan saat bersama bebek tadi, bisa melihatnya menghibur anak kecil saja
sudah menyenangkan. Kali ini hujan turun dengan deras, Celine berjalan cepat
melewati gang menuju rumahnya sambil membawa payung.
"Celine."
Gadis itu berhenti berjalan dan
membulatkan matanya.
"Mau apa kau?"
"Maafkan aku, aku.."
"Tidak perlu meminta maaf."
"Celine, Celine, tunggu!"
laki-laki itu menarik tangan Celine, namun gadis itu berusaha melepaskan
tangannya.
"Dengar penjelasanku."
"Lepas! Tolong!!"
"Celine!!"
BRUKK!! Pukulan keras mengenai wajah
laki-laki itu.
"Siapa kau?! Jangan campuri urusan
kami!"
BRUKK! Sekali lagi orang tadi
mendapatkan serangan dari badut bebek kecil.
"Beraninya kau!!"
Pukulan demi pukulan orang itu
lontarkan, namun sang bebek mampu menangkis. Tapi lama-kelamaan, kostumnya
terasa berat karena air hujan, ia yang kini mendapat beberapa pukulan dari
orang itu.
"Ini balasan untukmu!!"
Orang tadi menginjak perut bebek itu
yang terbaring di aspal.
"Sam! Hentikan!!" gadis itu
mulai mengeluarkan airmatanya.
Orang tadi yang bernama Sammy membuka
kepala bebek itu dan melihat siapa di balik kostum itu, lalu meninjunya
beberapa kali sampai babak belur. Gadis tadi mencoba menarik Sammy agar tak
melukai orang itu.
"Hei! Berhenti!"
Seorang polisi yang melihat kejadian itu
membuat Sammy kabur. Polisi dan Celine membantu bebek itu berteduh di sebuah
halte.
"Terima kasih." kata gadis itu
pada sang polisi.
Celine tak tega melihat keadaan bebek
itu.
"Jangan menangis lagi." kata
laki-laki dalam kostum bebek itu.
"Maafkan aku."
Bebek tadi tersenyum. Lalu Celine
mengobati orang itu.
"Dia mantan pacarku. Kami putus
karena dia lebih memilih gadis lain, aku tidak mengerti kenapa dia menemuiku
lagi."
"Namaku.. Arthur."
Sang bebek berusaha agar gadis di
hadapan tidak menangis karena memikirkan mantan pacarnya tadi. Kini gadis itu
tersenyum.
"Jadi kau sudah punya nama?"
Bebek tadi tertawa kecil.
"Jadi.. Kau mau naik wahana apa
dulu?"
Sore ini Celine dan Arthur pergi ke
taman bermain. Celine yang cantik mengenakan sweater dan jeans serta sepatu
boots putih. Sementara Arthur mengenakan coat cokelatnya dan jeans serta sepatu
olahraga putih serta syal yang melilit di lehernya.
"Aku mau naik itu!"
Celine menunjuk sebuah rollercoaster dan
berlari ke sana diikuti Arthur. Mereka bersenang-senang menaiki berbagai wahana
seperti komudi putar, perahu yang mengelilingi goa boneka, dan berbagai wahana
lainnya.
"Apa kau lapar?" tanya Arthur.
Setelah bermain, mereka berjalan-jalan
di tengah bazaar yang menjual berbagai macam barang dan makanan.
"Tunggu di sini ya." Arthur
berlari menuju penjual permen kapas lalu balik lagi menghampiri Celine.
"Untukmu."
Gadis itu tertawa kecil. "Waw, aku
baru menemukan permen kapas berbentuk hati seperti ini."
"Makanlah."
Mereka menikmati malam indah di tengah
ramainya festival musim gugur yang diadakan di sepanjang taman. Celine mengajak
Arthur melihat-lihat toko pernak-pernik. Saat sedang melihat-lihat, Celine
menemukan kalung berbentuk four-leaf-clover.
"Kau suka?" tanya Arthur.
"Ya, tapi harganya lumayan mahal.
Aku beli yang lain saja."
Arthur hanya menganggukkan kepalanya dan
mengikuti kemana gadis itu pergi.
"Ini kembaliannya, terima
kasih." kata penjual itu.
"Kau membeli gelang tali
vintage?"
"Dan jangan lupa ada bebek kecil
lucu yang menggantung di sana." gadis itu tersenyum.
"Kau lapar?"
"Mm!" gadis itu mengangguk,
lalu mereka berdua menuju kedai makanan.
"Kau mau ini?"
"Tidak, aku alergi udang."
kata Arthur.
Selesai makan, Arthur mengajak gadis itu
berdiri di dekat kerumunan orang.
"Untuk apa?"
"Lihatlah ke langit."
Setelah beberapa detik, banyak kembang
api meledak di langit dengan cantiknya. Di tengah-tengah pemandangan itu,
Arthur menarik tangan gadis itu menuju stan lampion.
"Ini ambillah, tulis permohonanmu
di situ."
"Kertas?"
"Ini akan diterbangkan bersama
sebuah lampion."
Mereka berdua mulai menulis permohonan
masing-masing lalu menerbangkannya dengan lampion.
"Apa yang kau tulis?"
"Rahasia." kata Arthur.
Gadis itu gemas dan mencubit pipi
laki-laki itu.
Sudah empat bulan
tepatnya mereka berteman. Hari-hari Celine menjadi berwarna, ia jarang menangis
ataupun bersedih, tidak seperti saat bersama Sammy dulu.
"Tidak aktif." gadis itu
berusaha menghubungi Arthur.
Sudah tiga hari orang itu tidak memberi
kabar. Biasanya setelah ia pulang dari kantor penyiaran radio, Arthur selalu menjemputnya
dengan sepeda. Kali ini is putuskan untuk mencari orang itu di taman biasa. Ia
mengelilingi tempat itu namun tak menemukannya.
"Arthur?"
Ia melihat badut bebek di dekat air
mancur, lalu berlari menghampirinya.
"Arthur?!"
Bebek itu membuka kepalanya, namun itu
bukan Arthur.
"Arthur tidak ada hari ini, sudah
lima hari. Jadi aku yang menggantikannya."
"Oh begitu."
Gadis itu geram dan
memukul meja kerjanya. Ini keterlaluan, kenapa orang itu tidak mengabarinya?
Sudah sebulan.
"Apa semua laki-laki sama
saja?" ia mulai murung.
Sore itu hujan deras,
seseorang membunyikan bel rumah Celine.
"Celine?" Arthur berteriak.
Celine keluar sambil membawa payungnya.
"Mau apa kamu?"
"Celine, maaf aku.."
"Aku tidak mengerti dengan jalan
pikiran laki-laki. Ku pikir kau berbeda, tapi ternyata semua laki-laki sama
saja!" ia berlari menuju rumah sambil menangis.
"Celine!"
Arthur merasa lelah dan kedinginan
meskipun sudah memakai payung. Ia menaruh sebuah kotak di dalam plastik lalu menaruhnya
di dalam pagar itu lalu pergi. Celine menangis, ia rindu, sedih dan kesal di
saat yang bersamaan. Ia keluar lagi dan menemukan kotak dari Arthur, isinya
boneka bebek dan ucapan selamat ulang tahun padanya. Ia tersungkur di lantai
halaman itu, ia ingin mengejar Arthur, tapi tak sanggup. Kakinya gemetar dan ia
tak sanggup berdiri.
Setelah
hari itu Arthur selalu mengirim pesan dan menelepon gadisnya walau taka da
balasan sama sekali. Celine mencoba untuk tidak peduli, namun hari-harinya
menjadi lebih kelabu dibandingkan saat Sammy memutuskan hubungan mereka. Hari
kelima ia menerima pesan dari Arthur.
*Aku akan pergi jika kau mau, tapi satu
yang harus kau tahu. Aku menyukaimu sejak pertama bertemu.*
Celine tidak tahu apa yang harus dia
lakukan, rasanya airmata itu tak dapat dibendung lagi.
Seminggu berikutnya Celine menerima
telepon dari nomor tak dikenal. Itu teman kerja Arthur, ia menelepon
memberitahu untuk tidak menelepon atau mengingat lagi Arthur.
“Kenapa?”
Celine mulai berpikir apakah sesuatu
yang dia pikirkan selama ini adalah benar. Laki-laki yang ia sayangi lebih
memilih meninggalkannya demi wanita lain. Tapi kenapa? Baru saja ia merasa
terobati, haruskah ia menerima beban ini lagi? Ia tak tahan jadi segera pergi
ke taman di mana Harry –teman Arthur bekerja. Ia berlari dan segera menanyakan
apa yang terjadi pada Arthur? Dia sudah punya kekasih jadi mengatakan itu
padanya? Tapi kenapa dia menggunakan Harry untuk menyapaikan hal itu? Celine
mengguncang-guncangkan kedua lengan Harry.
“Sebenarnya…”
Hujan mulai turun perlahan hingga deras.
“Apa?! Katakan!” kata Celine.
“Ia pergi untuk berobat, ia mengalami
kecelakaan hebat seminggu lalu.”
Seminggu lalu? Itu berarti hari di mana
Arthur terakhir kali mengunjungi rumahnya.
“A..apa yang terjadi?”
“Bisakah kita berteduh dulu?”
Harry mengajak Celine berteduh di sebuah
kedai kopi agar gadis itu tidak kedinginan ataupun sakit.
“Ini, minumlah teh ini agar kau tenang.”
Airmata Celine mengalir, ia termenung,
matanya kosong. Lalu Harry menceritakan semua yang terjadi pada gadis itu.
Arthur tertabrak sebuah truk dan kepalanya terbentur batu besar. Ia banyak
kehilangan darah sampai pada saatnya Harry menemukan lalu membawa Arthur menuju
rumah sakit dan menghubungi keluarganya. Dari keterangan dokter, Arthur
mengalami gegar otak.
“Dan saat itu, Ibunya, satu-satunya
orangtua yang ia miliki menangis dan memutuskan untuk membawa Arthur berobat ke
luar negeri, karena Ibunya tinggal di Jerman.”
“Bagaimana keadaannya sekarang?”
“Aku tidak tahu. Tapi dua hari lalu, aku
menelepon Ibunya. Arthur ada di keadaan antara hidup dan mati.”
Celine menangis dan menutup wajahnya
dengan kedua tangannya
“Asal kau tahu saja, pikiranmu tentang
Arthur yang menyukai gadis lain itu salah, kau tahu? Kau lah gadis pertama yang
membuat jantungnya berdebar lebih cepat, orang pertama yang membuat dia
tersenyum tersipu saat menelepon atau membalas sms seseorang, dan kau orang
pertama yang membuat Arthur memakan udang yang jelas-jelas adalah makanan yang
membuatnya alergi.” Harry tertawa sambil melihat ke arah luar.
Celine menatap wajah Harry, benarkah apa
yang dikatakan orang di depannya??? Jadi, apakah selama ini dia egois? Hanya
memikirkan dirinya sendiri??
“Arthur sangat kelabu saat kau mulai
menjauhinya, bahkan aku harus menyuruhnya makan, jika tidak, dia akan terus
merenung di bawah pohon ini sambil memberi makan burung-burung merpati.” Lanjut
Harry.
Pernyataan itu membuat hati Celine
sedikit lega, bukan karena kerisauan yang dialami Arthur, namun ia kini tahu
bahwa Arthur tidak pernah berpaling darinya, hatinya hanya untuk dirinya,
bahkan fakta-fakta mengenai Arthur membuatnya merindukan laki-laki itu.
“Apakah ada harapan jika aku akan
bertemu dengannya untuk terakhir kali?”
“Aku pikir tidak, dia…sudah tak ada..”
jawab Harry cepat.
Hujan sudah agak reda di luar sana,
walau kabut dan hujan rintik-rintik masih menghiasi. Harry mengantar Celine
keluar dari kedai kopi itu. Ia mencoba menenangkan gadis itu.
“Aku ingin ke kursi di bawah pohon Arbei
itu.”
Pohon Arbei di seberang sana adalah
tempat di mana ia bertemu dengan Arthur, ia ingat bagaimana laki-laki itu
menghiburnya dengan kostum anak bebek yang ia kenakan. Ia tersenyum walau
airmatanya menangis.
“Kau sungguh menangis?” Tanya Harry.
“Tentu! Kau ! apa maksudmu dengan
pertanyaan itu?!” Celine sedikit kesal dengan pertanyaan Harry.
“Sepertinya kau tidak benar-benar
menyukainya. Atau mungkin dia adalah pelarianmu dari Sammy.”
“Bagaimana
kau bisa mengenal Sammy?!”
Harry tertawa. Celine tidak tahu saja
kalau Arthur selalu menceritakan apa yang dirasakannya pada gadis di
sampingnya. Mereka terus berjalan sambil menghampiri pohon Arbei itu. Harry
memasukkan kedua tangannya di saku jaket sambil tersenyum ke depan, ia terus
menanyakan hal-hal yang membuat Celine geram dan ingin menangis.
“Kau bukan gadis yang baik untuk Arthur,
jadi…”
Celine berhenti berjalan sepuluh meter
dari kursi di sana, ia mengomeli Harry.
“Aku sudah menyukainya sejak pertama
bertemu! Walau aku bukan yang baik untuknya….aku…aku…”
“Hoi! Arthur!”
Tanpa mempedulikan kata-kata Celine,
Harry melambaikan tangannya sambil tersenyum dan berjalan ke arah dekat pohon
itu.
“Arthur????” Celine mulai kebingungan.
Baru saja tadi di kedai kopi Harry
mengatakan bahwa ia takkan bertemu lagi dengan Arthur karena laki-laki itu
sudah tak ada. Ia berjalan dan berhenti satu meter dari jarak Arthur. Laki-laki
itu tersenyum, tangan kanannya memegang sebuket bunga mawar merah, ia memakai
stelan pakaian musim gugur dan memakai syal. Celine tak percaya dengan apa yang
dia lihat.
“Happy birthday.”
Arthur memberi Celine bunga, namun gadis
itu tetap menatap lurus ke wajahnya.
“Apa kau tidak…”
BRUKK.. Celine memeluk Arthur, ia tak
sanggup berbicara apa-apa, ia hanya ingin memastikan hal ini bukan mimpi. Ia
menutup matanya, yaa ini bukan mimpi, bibirnya tersenyum. Harry yang berada
satu meter di belakang Arthur menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil
tersenyum.
“Bodoh..”
“Gadis cengeng.”
“Laki-laki menyebalkan.” Kata Celine
sambil tersenyum.
Mereka saling membalas kata satu sama
lain dalam pelukan.
“Maafkan aku.” kata Arthur.
“Maaf,
aku kekanak-kanakan.”
“Memang!” seru Arthur sambil tertawa
kecil.
Celine memukul agak kencang lengan
Arthur.
“Aku senang akhirnya aku kembali dan bisa
bertemu dengan gadis malaikatku.”
“Tunggu sebentar!” seru Celine.
Gadis itu menghampiri Harry lalu
menunjuk orang itu.
“Kau…berbohong. Tidakkah kau tahu aku
sangat mencemaskannya. Kau berpura-pura bahwa Arthur mengalami kecelakaan..”
“Aku memang mengalami kecelakaan. Tapi
tidak gegar otak.” Arthur tertawa.
“Ei, ei, ei. Asal kau tahu saja, ini
semua adalah rencana kekasihmu itu.” Harry dan Arthur tertawa kecil.
Celine berjalan ke arah Arthur dan
berkata. “Sebelum semua terlambat, aku ingin katakan bahwa…”
“Aku mencintaimu.” kata Arthur
melanjutkan ucapan gadisnya sambil tersenyum.
Celine memeluk Arthur, sementara Harry
sedikit cemburu karena dia adalah satu-satunya yang belum punya pasangan.
“Jadi..aku harus memeluk siapa?!
Pohon???” keluh Harry.
Celine berterima kasih untuk hari ini.
Di bawah pohon Arbei inilah kenangan paling indah terjadi antara mereka berdua.
“Kau lapar? Semenjak dari bandara aku
belum makan apa-apa.” Ucap Arthur.
“Ayo makan udang!” seru Celine dan
Harry.
Arthur menunjuk dahi Celine dengan jari
telunjuknya.
“Gadis menyebalkan..”
Celine tertawa kecil, sementara Harry
mulai berjalan menuju restoran seberang sana.
“Hei, kalian jangan berlama-lama di
sana. Kalian bisa menghabiskan waktu bersama setelah makan kan? Ayolah, aku
lapar. Aku juga tidak tahan melihat kemesraan kalian.” Kata Harry.
“Bilang saja kau cemburu pada Arthur
karena memiliki kekasih semanis aku!”
“Benarkah???” jawab Harry.
Arthur tersenyum lalu menggandengan
tangan kekasihnya.
“Ayo.”
“Aku belum mengatakan bahwa…”
Tiba-tiba Arthur mencium pipi Celine.
“Aku sudah tahu bahwa kau menyukaiku
saat pertama melihatku.” Ucap Arthur percaya diri.
“Arthur!”
Celine menyusul Arthur dan Harry yang
berjalan di depan lebih dulu.
-------------------------The End----------------------------
Author : Dessy Novianty
Yay! Selesai juga ya cerpennya. Gimana ??? Udah ngerasain gejala yang saya sebutin di atas??? haaahahah.. Sambil mengisi waktu luang ngepost beginian. -__-
Sempat-sempatnya saya ngepost cerpen, padahal tugas ngeblog belum selesai ㅠ_ㅠ.
HAHAHHAHAHA. Oh ya jangan lupa tinggalin jejak yaa, karena kalian sangat berarti bagiku *hemeh.. ngegombal*. Oke sekian, see ya !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar