Kamis, 23 Juni 2016

Merangkul Fakir Miskin keluar dari Kesengsaraan, Si "Hitam-Putih" Siap menjadi Penjamin!

Juni 23, 2016 0 Comments




Indonesia merupakan negara yang sebetulnya kaya, namun sangat disayangkan masih banyak warga yang kehidupannya jauh dari kata layak. Fakir miskin, menjadi suatu hal yang sangat disayangkan karena faktanya masih banyak kaum seperti mereka di negara yang kaya ini. Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya (UU No. 13 Tahun 2011). Dalam hal ini, pemerintah pun sudah lama tersadar dan telah disusun suatu peraturan untuk menciptakan kondisi kehidupan yang layak bagi mereka. Si "Hitam-Putih" yaitu UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin berusaha merangkul para Fakir Miskin keluar dari kesengsaraan, memberi seberkas cahaya kehidupan baru bagi mereka, karena dengan undang-undang tersebut harapan hidup yang layak bagi mereka pun kian menjadi nyata. Kenapa dikatakan harapan hidup yang layak kian nyata?? Karena dengan adanya peraturan ini, kehidupan mereka akan lebih terjamin dengan adanya pemberian fasilitas mulai dari yang primer hingga kebutuhan pendidikan serta keterampilan yang akan mengasah diri mereka untuk dapat mandiri. Di dalam tulisan saya kali ini, akan memperkenalkan suatu produk hukum yaitu UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, di mana nantinya akan dijelaskan beberapa sub pembahasan seperti apakah sebenarnya hukum itu, definisi hukum sebagai pegangan, unsur-unsur hukum, ciri-ciri hukum, tujuan hukum, sumber-sumber hukum, kodefikasi hukum serta macam-macam pembagian hukum yang akan dikaitkan dengan Undang-Undang tersebut dan akan diberikan analisanya.


APAKAH SEBENARNYA HUKUM ITU ???
Definisi Hukum sebenarnya memang sangat sulit ditentukan, karena Hukum tidak hanya mencakup satu permasalahan, tapi Hukum mencakup segala aspek kehidupan manusia, misalnya dalam Bidang Sosial, Ekonomi, Politik, dan lain sebagainya. Menurut Prof. Mr. L.J van Apeldoorn dalam bukunya berjudul “Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht" (terjemahan Oetarid Sadino, SH dengan nama “Pengantar Ilmu Hukum”), bahwa adalah tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut Hukum itu.

Telah dibicarakan di atas bahwa sulit untuk menemukan definisi tentang apakah yang disebut Hukum itu, bahkan beberapa sarjana jurusan Hukum tidak dapat mendefinisikan apa itu Hukum. Di bawah ini akan diberikan beberapa pendapat para sarjana mengenai apa itu hukum :
  • Prof. Mr. E.M. Meyers dalam bukunya “De Algemene begrifen van het Burgerlijk Recht”
Hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi Penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugasnya.”
  • Leon Duguit
Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunannya pada saat tertentu diindahkan oleh masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.”


Jika kita membandingkan antara UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin dengan definisi yang diungkapkan oleh para sarjana di atas, peraturan mengenai Penanganan Fakir Miskin mungkin lebih mengarah pada definisi yang diungkapkan oleh Leon Duguit. Di mana hukum, dalam hal ini adalah UU No. 13 Tahun 2011 merupakan aturan dan ketentuan untuk mengatur tingkah para anggota masyarakat yang dalam hal ini adalah Pemerintah dan para fakir miskin, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh masyarakat (Pemerintah, menteri bidang sosial, serta fakir miskin) sebagai jaminan dari kepentingan bersama (memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa – seperti yang tertera pada Pembukaan UUD 1945, juga memelihara fakir miskin guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan – seperti dalam ketentuan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945), dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu (dalam peraturan ini, perhatian lebih ditujukan pada kaum fakir miskin, di mana jika setiap orang atau korporasi melakukan suatu pelanggaran seperti penyalahgunaan dana atau memalsukan data fakir miskin, maka akan dikenakan denda dalam bentuk pidana penjara atau dalam bentuk uang sebesar yang harus dibayarkan atas pelanggaran yang dilakukan).


DEFINISI HUKUM SEBAGAI PEGANGAN 
Sesungguhnya apabila kita meneliti benar-benar, akan sukar untuk memberi definisi tentang hukum. Sebab para sarjana hukum sendiri belum dapat merumuskan suatu definisi hukum yang memuaskan semua pihak.

Utrecht memberikan batasan Hukum sebagai berikut : “Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”.

Selain Utrecht juga beberapa Sarjana Hukum Indonesia lainnya telah berusaha merumuskan tentang apakah Hukum itu, yang diantaranya adalah :
  • S.M Amin, SH
Dalam buku beliau berjudul “Bertamasya ke Alam Hukum”, hukum yang dirumuskan : “Kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.”
  • J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H 
Dalam buku yang disusun bersama berjudul “Pelajaran Hukum Indonesia” telah diberikan definisi hukum yaitu : “Hukum ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh Badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu”.


Dari pengertian mengenai Hukum yang dijelaskan oleh para Sarjana Hukum Indonesia, definisi hukum sebagai pedoman dalam hal ini berkaitan dengan UU No. 13 Tahun 2011 lebih cocok dengan penjelasan Hukum yang dijelaskan oleh J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H. Di mana UU No. 13 Tahun 2011 sebagai suatu peraturan yang memaksa para pihak di dalamnya yang ikut terkait (Pemerintah) untuk menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat (dalam hal ini adalah tingkah Pemerintah, menteri, dan kaum fakir miskin), dibuat oleh badan Resmi (seperti oleh Pemerintah dan Menteri bidang terkait), dan jika terjadi pelanggaran maka akan diambil tindakan berupa hukuman yang sudah tercantum dalam UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.


UNSUR-UNSUR HUKUM
Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan para Sarjana Hukum Indonesia di atas, dapatlah diambil kesimpulan, bahwa Hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu :
  1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
  2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
  3. Peraturan itu bersifat memaksa
  4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

Dari unsur-unsur yang dijelaskan di atas, UU No. 13 Tahun 2011 sudah memenuhi semua poin-poin tersebut.
  • Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
Dalam hal ini peraturan dibuat oleh pemerintah untuk mengatur tingkah laku kaum fakir miskin di dalam masyarakat untuk dapat menjaga diri mereka dari perbuatan merusak segala aspek kehidupan, meningkatkan kepedulian dan ketahanan nasional dalam bermasyarakat, memberdayakan diri agar mandiri dan berusaha juga bekerja sesuai kemampuan bagi yang mempunyai potensi.
  • Peraturan itu diadakan oleh badan -badan resmi yang berwajib
Undang-Undang No. 13 Tahun 2011 ini disusun oleh badan pemerintahan yang merupakan badan resmi.
  • Peraturan itu bersifat memaksa
Tentunya Hukum adalah peraturan yang harus ditaati dan jika tidak bersifat memaksa maka bisa saja para pihak yang terkait dengan seenaknya melakukan hal di lur hukum tersebut.
  • Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas
Sanki yang tercantum dalam UU No. 13 Tahun 2011 bukanlah sekedar formalitas belaka. Peraturan ini adalah resmi dan wajib ditaati oleh seluruh pihak yang terkait demi tercapainya tujuan awal dibentuknya undang-undang ini, dan sanksi yang terdapat di dalamnya bukanlah semata-mata untuk menakuti para penguasa atau pihak lainnya, melainkan untuk memberikan pedoman bagi mereka untuk melakukan apa yang semestinya demi tercapainya tujuan seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.


CIRI-CIRI HUKUM 
Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus dapat mengenal ciri-ciri hukum yaitu :
  1. Adanya perintah dan/atau larangan
  2. Perintah dan/atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang

UU No. 13 Tahun 2011 telah memenuhi ciri-ciri hukum. Di dalam peraturan ini terdapat perintah dan/atau larangan yang tertulis, misalnya seperti dalam Pasal 11 Ayat 3 yaitu “Setiap orang dilarang memalsukan data fakir miskin baik yang sudah diverifikasi dan divalidasi maupun yang telah ditetapkan oleh Menteri”. Tak hanya itu, UU No. 13 Tahun 2011 ini juga memenuhi ciri yang kedua yaitu perintah dan/atau larangan harus ditaati setiap orang. Dalam hal ini semua peraturan yang tertulis melalui beberapa pasal di dalamnya adalah peraturan yang memaksa para pihaknya untuk mematuhi aturan atau akan mendapatkan sanksi berupa hukuman yang sesuai dengan pelanggaran yang terjadi.

Setiap orang wajib bertindak sedemikian rupa dalam masyarakat, sehingga tata tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu hukum meliputi berbagai peraturan yang menentukan dan mengatur perhubungan dengan orang yang satu dengan yang lain, yakni peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dinamakan Kaidah Hukum. Barang siapa yang dengan sengaja melanggar suatu Kaedah Hukum akan dikenakan sanksi (sebagai akibat pelanggaran Kaedah Hukum) yang berupa hukuman.

Hukuman atau pidana itu bermacam-macam jenisnya, yang menurut pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ialah :
1. Pidana Pokok, yang terdiri dari :
  • Pidana mati
  • Pidana Penjara (a. seumur hidup ; b. sementara, yaitu setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya 1 tahun atau pidana selama waktu tertentu)
  • Pidana Kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya satu tahun
  • Pidana denda (sebagai pengganti hukum kurungan)
  • Pidana Tutupan

2. Pidana tambahan, terdiri dari :
  • Pencabutan hak-hak tertentu
  • Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
  • Pengumuman keputusan hakim

Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat beberapa jenis pidana di dalam UU No. 13 Tahun 2011 yang termasuk dalam Pidana pokok, yaitu Pidana Penjara (sementara) yaitu paling lama 5 (lima) tahun seperti dalam Pasal 43 Ayat 1, dan paling lama 2 (dua) tahun penjara seperti pada pasal 42. Selain pidana penjara, di dalam UU No. 13 Tahun 2011 juga terdapat pidana denda (sebagai pengganti hukum kurungan) pada Pasal 42 dan Pasal 43 Ayat 1 dan 2.


TUJUAN HUKUM
Dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan antara anggota masyarakat, yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan-kepentingan anggota masyarakat itu. Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antara anggota masyarakat, diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan kesadaran tiap-tiap anggota masyarakat itu.

Dengan demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat. Berkenaan dengan tujuan hukum, kita mengenal beberapa pendapat sarjana ilmu hukum yang di antaranya sebagai berikut :
  • PROF. SUBEKTI, S.H
Dalam buku yang berjudul “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan," Prof.Subekti, S.H mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah: mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
  • PROF. MR.DR.L.J. VAN APELDOORN
Dalam bukunya “Inleiding tot de studie van het Nederlandse recht”, tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian. (Perdamaian di antara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda pihak yang merugikannya).
  • BENTHAM (TEORI UTILITIS)
Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduction to the morals and legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang.


UU No. 13 Tahun 2011 dibuat dan disusun untuk tujuan yang pasti, yaitu mensejahterakan kehidupan para fakir miskin dengan beberapa penanganan yang dapat membantu mereka dalam menjalani hidup dan yang paling utama adalah membantu mereka agar dapat memenuhi kebutuhan paling mendasar (primer). Untuk itu, tujuan hukum dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa UU No. 13 Tahun 2011 paling sesuai dengan tujuan yang dijelaskan oleh Prof. Subekti, S.H. Di mana peraturan ini dibuat untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya (para fakir miskin).


SUMBER-SUMBER HUKUM 
Sumber hukum ialah : segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum dapat kita tinjau dari segi material dan segi formal :

1). Sumber-sumber hukum material, dapat ditinjau lagi dari berbagai misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiologi, filsafat dan sebagainya.
Contoh:
  • Seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan- kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya Hukum;
  • Seorang ahli kemasyarakatan (Sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber Hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.

2). Sumber hukum formal antara lain :
  • Undang-Undang (statute)
  • Kebiasaan (costum)
  • Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie)
  • Traktat (treaty)
  • Pendapat Sarjana Hukum (doktrin)

3). Undang-Undang
Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara. Menurut BUYS, undang-undang itu mempunyai dua arti, yakni:
  • Undang-undang dalam arti formal: ialah setiap keputusan Pemerintah yang memerlukan undang-undang karena cara pembuatannya (misalnya: dibuat oleh Pemerintah bersama-sama dengan parlemen); 
  • Undang-undang dalam arti material: ialah setiap keputusan Pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.

Menurut sumber-sumber hukum yang sudah dijelaskan di atas, UU No. 13 Tahun 2011 dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu :
  • Sumber-sumber hukum material 
Seorang ahli ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat akan menimbulkan Hukum. Dengan adanya kebutuhan yang diperlukan para fakir miskin untuk menjalani kehidupannya dengan layak, maka suatu peraturan mengenai Penanganan Fakir Miskin diperlukan sehingga dibuat untuk dapat mensejahterahkan kehidupan mereka dan untuk memenuhi tujuan Negara yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
  • Sumber-sumber hukum formal
Seperti yang tertera dalam UU No. 13 Tahun 2011 disusun berdasarkan Undang-Undang terkait, yaitu dengan menimbang :
  1. Bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara mempunyai tanggung jawab untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
  2. bahwa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara bertanggung jawab untuk memelihara fakir miskin guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan;
  3. bahwa untuk melaksanakan tanggung jawab Negara sebagaimana dimaksud pada huruf b, diperlukan kebijakan pembangunan nasional yang berpihak pada fakir miskin secara terencana, terarah, dan berkelanjutan;
  4. bahwa pengaturan mengenai pemenuhan kebutuhan dasar bagi fakir miskin masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, sehingga diperlukan pengaturan penanganan fakir miskin yang terintegrasi dan terkoordinasi.


KODEFIKASI HUKUM
Menurut bentuknya, Hukum itu dapat dibedakan antara :
  • Hukum Tertulis (Statute Law = Written Law), yakni Hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan.
  • Hukum Tak Tertulis (Unsatatutery law = unwritten law), yaitu Hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan-peraturan (disebut juga hukum kebiasaan)
Mengenai Hukum Tertulis, ada yang dikodifikasikan dan yang belum dikodefikasikan. KODEFIKASI adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.

Dalam hal ini UU No. 13 Tahun 2011 merupakan bentuk dari Hukum Tertulis yang belum dikodefisikan karena masih berdiri sendiri dan merupakan suatu pembukuan jenis-jenis hukum tertentu.


MACAM-MACAM PEMBAGIAN HUKUM
Ada beberapa macam pembagian hukum, diantaranya adalah :
Pembagian Hukum menurut Asas Pembagiannya :
Walaupun hukum itu terlalu luas sekali sehingga orang tak dapat membuat definisi singkat yang meliputi segala-galanya, namun dapat juga hukum itu dibagi dalam beberapa golongan hukum menurut beberapa asas-pembagian, sebagai berikut :

1. Menurut sumbernya, hukum dapat dibagi dalam :
  • Hukum Undang-Undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
  • Hukum Kebiasaan (Adat), yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan (adat).
  • Hukum Traktat, yaitu Hukum yang ditetapkan oleh Negara-negara di dalam suatu perjanjian antar Negara (traktat)
  • Hukum Jurispuensi, yaitu Hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.

Menurut sumbernya, UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin bersumber dari Hukum Undang-Undang yaitu hukum yang teracantum dalam peraturan perundangan, seperti dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


2. Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi dalam :
  • Hukum Tertulis, Hukum ini dapat pula merupakan : (1) Hukum tertulis yang dikodefikasikan (Kodefikasi : pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap, misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Sipil). (2)Hukum tertulis tak dikodefikasikan
  • Hukum Tak Tertulis (Hukum Kebiasaan)

UU No. 13 Tahun 2011 termasuk Hukum Tertulis dan bukan merupakan hukum tertulis yang dikodefisikan karena peraturan ini berdiri sendiri dan bukan pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.


3. Menurut tempat-berlakunya hukum
  • Hukum Nasional, yaitu Hukum yang berlaku dalam suatu Negara
  • Hukum Internasional|, yaitu Hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional
  • Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku di Negara lain.
  • Hukum Gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh Gereja untuk para anggota-anggotanya.

Menurut tempat berlakunya hukum, UU No. 13 Tahun 2011 merupakan Hukum Nasional, di mana hukum ini disusun dan berlaku hanya untuk Negara Indonesia. Karena hukum mengenai penanganan fakir miskin mungkin saja berbeda di setiap Negara.


4. Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam :
  • Ius Contitutum (Hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Singkatnya : hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu, dalam suatu tempat tertentu. Ada sarjana yang menamakan hukum positif itu “Tata-Hukum”
  • Ius Constituendum yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
  • Hukum Asasi (Hukum), yaitu hukum yang berlaku di mana-mana segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (Abadi) terhadap siapapun juga di seluruh tempat.
Ketiga macam hukum ini merupakan Hukum Duniawi.
Dari penjelasan di atas, UU No. 13 Tahun 2011 masuk ke dalam Ius Contitutum (Hukum positif) yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Hukum ini berlaku sekarang bagi seluruh pihak dalam suatu daerah tertentu yaitu pada lokasi-lokasi di mana diperlukan penanganan mengenai fakir miskin di Indonesia. 

5. Menurut cara mempertahankan, hukum dibagi dalam : 
  • Hukum Material, yaitu hukum yang membuat oeraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan berwujud perintah-perintah dan larangan-larangan. Contoh : Hukum Pidana, Hukum Perdata, maka yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Material dan Hukum Perdata Material.
  • Hukum Formal Hukum Proses atau Hukum Acara yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-caranya Hakim memberi putusan. Contoh : Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.
  • Hukum Acara Pidana, yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan Hukum Pidana Material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana caranya mengajukan sesuatu perkara-perkara ke muka Pengadilan Pidana dan bagaimana caranya hakim pidana memberikan putusannya.
  • Hukum Acara Perdata, yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara-cara memelihara dan mempertahankan Hukum Perdata material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara-perdata ke muka Pengadilan Perdata dan bagaimana caranya hakim perdata memberikan putusannya.

UU No. 13 Tahun 2011 termasuk dalam Hukum Material, di mana hukum ini dibuat untuk mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan berwujud perintah-perintah dan larangan-larangan.


6. Menurut sifatnya, hukum dapat dibagi dalam :
  • Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus mempunyai paksaan mutlak.
  • Hukum yang mengatur (Hukum Pelengkap), yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian.

Menurut sifatnya, UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin termasuk dalam Hukum yang Memaksa karena dalam keadaan bagaimanapun juga harus ditaati oleh para pihak terkait atau jika melanggar akan dikenakan sanksi.


7. Menurut wujudnya, hukum dapat dibagi dalam :
  • Hukum Objektif, yaitu hukum dalam suatu Negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu. Hukum ini hanya menyebut peraturan hukum saja yang mengatur hubungan-hukum antara dua orang atau lebih.
  • Hukum Subjektif, hukum yang timbul dari Hukum Objektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih. Hukum Subjektif disebut juga HAK.
Pembagian hukum jenis ini kini jarang digunakan orang.

Peraturan dalam UU No. 13 Tahun 2011 termasuk dalam Hukum Subjektif karena hukum ini berlaku untuk seluruh pihak terkait di dalamnya dan bertujuan untuk mensejahterahkan kaum fakir miskin.


8. Menurut isinya, hukum dapat dibagi dalam :
  • Hukum Privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan bersama.
  • Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara Negara dengan perseorangan (warganegara)
  •  
UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin termasuk dalam Hukum Publik (Hukum Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara Negara dengan perseorangan (warganegara). Di mana hal ini, dalam Undang-Undang tertulis bahwa hukum ini mengatur hubungan antara Negara dengan warga Negara nya yang termasuk dalam fakir miskin. Jika diperhatikan, UU No. 13 Tahun 2011 juga dapat disebut Hukum Privat (Hukum Sipil) karena mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu (pihak yang wajib melaksanakan penanganan) dengan orang lain (kaum fakir miskin), dengan menitikberatkan kepentingan bersama yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
****

Referensi : 
Katuuk, Neltje F.____.Aspek Hukum Dalam Bisnis.____:____ (Bab I, Hal 2-38)
Kementerian Dalam Negeri.2015.Penanganan Fakir Miskin[online].http://www.kemendagri.go.id/produk-hukum/2011/09/23/penanganan-fakir-miskin [Accessed April 23, 2016]
.blogger-iframe-colorize {display: block !important; }